hidup ini secerah matahari pagi dan semendung hujan

7.9.08

dasar pendidikan:(

Pendidikan dasar inikah dasar pendidikan ?


PENDIDIKAN dasar bangsa ini, dari mulai Taman Kanak-Kanak(TK), sekolah dasar(SD), dan sekolah lanjutan tingkat pertama(SLTP), jenjang historis mutlak untuk dilewati manusia-manusia unggul bangsa Indonesia. Baik itu presiden, ketua MPR, Ketua DPR, Jaksa Agung, semua pejabat Negara yang nampak bersahaja tak terkecuali untuk mengenyam pendidikan dasar. Pendidikan dasar itulah yang mengisi pondasi dalam membangun tingkatan-tingkatan pendidkan yang lebih tinggi didepannya. Apa yang kita dapatkan pada tingkat dasar dari pembelajaran manusia berdaya guna dalam setiap pemikiran dan tingkah laku kita. Nilai-nilai dasar dalam berpendidikan, nilai-nilai yang menentukan cita-cita bangsa sebagai pedoman kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Dengan program
Reformasi Pendidikan
WAJAR(wajib belajar) 9 tahun setelah dicanangkannya pada masa-masa terakhir pemerintahan orde baru, kita dapat melihat usaha pemerintah melakukan suatu perubahan terhadap tata cara pemberlangsungan kegiatan belajar-mengajar, antara guru dan murid, sekolah dan siswa, negara dan warganya. Perubahan yang tentunya menuju keadaan yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan yang dipahami sebenar-benarnya untuk menambal setiap lubang-lubang kelemahan sistim. Lubang-lubang yang setiap hari semakin lebar ulah gerogot tikus yang tetap dibiarkan liar tak terkendali. Tetapi, apa yang berubah? Perubahan apa yang terjadi? Apa memang ada yang berubah? Sistim Pendidikan kita tak ubahnya jalan desa yang rusak dikanan-kirinya, ditambal oleh tanah, dibiarkan tak diratakan, hujan, digenangi air sehingga akhirnya terjadi banjir. Sesuatu memang mulai membusuk di arena kepentingan department pendidikan dan wakil rakyat kita lainnya, dan kita semua mengetahuinya walau tak juga kuasa untuk melakukan sesuatu untuk merubahnya, namun itu tetap menjadi amanat untuk ditanggapi dan dip roses secara seksama oleh wakil-wakil kita di pemerintahan.
Alokasi dana APBN untuk pendidikan, pengembangan bakat terpadu, sarana dan prasarana yang memadai, perhatian terhadap kondisi fisik dan psikis untuk menghindari kasus siswa yang memberatkan, peningkatan kesejahteraan guru dan staf-staf pendidikan, pemerataan dunia pendidikan tinggi hingga ke daerah tingkat II, adalah sebagian dari tuntutan pendidikan sebagai bahan baku pembentukan kesejahteraan bangsa.
Pendidikan Dasar tak boleh ikut terbengkalai seperi halnya dunia sosial-politik di Indonesia. Kita semua menginginkan Pendidikan dasar untuk generasi kita berikutnya membawa tingkah polah, perilaku dan pemikiran yang membawa bangsa ini menuju kemakmuran di masa yang akan datang. Hanya saja pendidikan dasar masih menyimpan berbagai persoalan dalam menjalankan perannya. Persoalan dasar, persoalan substansial, persoalan sumber daya manusia-nya, ataukah persoalan sistim yang dipakai, persoalan apa?

***
Pada pendidikan dasar yang kita kenal terdapat sistem atau kurikulum yang mengatur setiap kegiatan siswa, pelajaran yang diberikan, hari libur, jadwal ujian, jam sekolah, dll. Sayangnya, kurikulum biasa berubah-ubah menurut kepada menteri pendidikan yang juga bergantian setiap terjadi perubahan kepenggurusan dalam kabinet pemerintahan. Dengan demikian siswa akan dibingungkan oleh jadwal kegiatan belajar-mengajar yang tak tentu, pemakaian materi pelajaran yang tak tentu, juga aturan-aturan lain yang belum lama dipraktekkan siswa harus dibungkus dan dibuang ke tempat sampah karena sudah tidak lagi diperlukan. kita melihat kembali nyatanya fakta bahwa sistim pendidikan di Indonesia belum menemukan bentuk ideal dalam perancangannya dan pelajar tetap menjadi objek dari kurikulum bunglon tersebut. Namun, entah mengapa, masalah ini tidak pernah menyelesaikan masalah penempatan anggaran dalam pendidikan yang penulis anggap sebagai prioritas pertama untuk di atasi bersama. Malahan, masalah anggaran yang sewajibnya menjadi tanggungan PEMDA setempat, seperti dilempar-tangankan kepada pihak-pihak swasta untuk menentukan sendiri biaya yang diperlukan, dan kemudian tanggungan biaya sekolah dilempar kembali dengan dalih sumbangan dari para orang tua murid untuk menutupi anggaran yang terbengkalai oleh PEMDA. Dengan kewenangan Undang-Undang Otonami Daerah kepada Otonomi Pendidikan, secara serempak, pihak-pihak yang terkait dengan pengadaan dunia pendidikan di Indonesia memasang tarif biaya dan ujian masuk sendiri-sendiri. Hal yang akan berdampak buruk di masa depan karena kualitas yang tidak merata di antara SD, SLTP dan SMU yang berbeda-beda, sehingga kesenjangan akan tetap terpelihara seperti halnya ketidak adilan social yang terus dipertahankan oleh sistim dengan undang-undang otda sebagai garda depannya.

Ketergantungan kita dalam penanggulangan masalah bangsa pada generasi mendatang, seakan tidak pernah membuat kita merasa puas keterbatasan anggaran, namun Pendidikan Dasar yang berkualitas tidak sebatas pada masalah finasial saja, kita yang pernah mengalaminya tak akan mudah mengabaikannya, bagaimana kita dibentuk, oleh siapa kita dibentuk dan kapan kita dibentuk. Pendidikan dasar di masa lalu menyimpan satu tanda Tanya besar akan nasib bangsa ini sekarang, pendidikan seperti apa yang merubah sosok manis anak bangsa menjadi lintah-lintah yang gemar meminum darah rakyatnya sendiri? Pendidikan Dasar seperti apa yang membiarkan seorang pemuda menyatroni rumah tetangga karena ketergantungan narkoba sejak dini, apa yang telah diajarkan para umar bakri terhadap wakil rakyat yang ber-adu jotos ditengah ruang sidang yang sedang berlangsung. Sebaiknya kita segera membawa ingatan kita kembali ke tingkat SD atau SLTP, apa memang semua baik-baik saja, atau kita begitu lugunya saat itu sehingga semua nampak seperti baik-baik saja?
***
Sistim belajar-mengajar yang diterapkan oleh Pendidikan dasar di Indonesia, menurut Penulis, telah melangkah jauh melampaui nilai-nilai dasar dari pendidikan itu sendiri. Pendidikan yang seharusnya penuh dengan proses interaksi, interaktif, praktek-praktek yang melonggarkan daya khayal dari murid-muidnya untuk bersama-sama dikembangkan menuju sebuah karya dari daya cipta manusia sebagai berkah illahiah yang dikaruniakan melalui naluri kreatif dari manusia. kini proses belajar-mengajar tidak lagi membukakan kreatifitas dan insting ketidak puasan akan pengetahuan dalam diri siswa, sehingga siswa hanya menjadi objek dari pengetahuan yang dibakukan untuk dihapalkan dan diingat sehingga soal-soal ujian dapat dijawab sebagaimana apa yang diberitahukan pengajarnya agar mendapatkan nilai tinggi dan rangking tinggi saat tahun pelajaran mengakumulasikan nilai pembelajaran menghapal yang diemban siswanya. Dan kala pengetahuan menjadi suatu nilai kebenaran baku, bukan untuk terus dikaji lebih luas dan mendalam, nilai kemanusiaan semakin terdekonstreuksi oleh strukturisasi jaman. Pengetahuan yang diberikan tidak lagi untuk dipahami, bukan lagi untuk dimengerti, cukup diingat dan hapalan hanya akan menghambat daya nalar pemikiran otentik manusia yang kerap berkembang. Hingga kini lembaga-lembaga pendidikan, sekolah-sekolah dasar merasa cukup puas dengan pengidentifikasian pelajaran dan pengetahuan sebagai penentu nilai yang menentukan peringkat yang didapatkannya di akhir tahun pelajaran dalam kelas, atau kasarnya bisa kita katakana bahwa pembelajaran yang diikuti para siswa-siswi sekolah dasar dan menengah hanya cukup diikuti dan dijalani agar dapat naik kelas dan tidak mempermalukan orang tua atau sekolahnya sendiri karena daya ingatnya tidak memenuhi kriteria yang telah ditentukan untuk dapat melanjutkan pendidikannya ke tinggkat yang lebih tinggi, juga mungkin untuk mempertahankan akreditasi dari sekolah yang bersangkutan akan berapa banyak muridnya yang tidak naik kelas dan berapa banyak yang naik kelas dengan nilai ingatan yang memadai.
Proses pembelajaran sebagaimana diberlakukan hamper di seluruh institusi-institusi pendidikan dasar di Indonesia telah terpaku hanya pada teks book yang diberikan oleh sekolahnya masing-masing, dan setiap ujian-ujian yang dilalui siswa terkukung dalam suatu styrotype pembenaran structural kesejahteraan dan kebahagiaan kehidupan dan keberhasilan seseorang yang hanya bisa dimiliki melalui nilai ujian yang tinggi sebagai ukuran atau acuan kesempatan yang lebih lapang nantinya, di kala menempuh pekerjaan atau kuliah tinggi, kehidupan yang menjanjikan kebahagiaan. Soal-soal ujian hampir selalu lebih mengedepankan soal pertanyaan berganda dengan pilihan jawaban yang telah ditentukan terlebih dahulu secara abjad, hal yang memungkinkan siswa mendapatkan nilai dari keberuntungan, bukan dari memori atau pemahaman mereka. Meminimalisasikan penalaran individu, karena soal essai pun cenderung mengharapkan jawaban seperti halnya yang tertera di buku panduan pelajaran sehari-hari daripada mengembangkan logika nalar dan pembelajaran personal siswa itu sendiri akan persoalan-persoalan yang biasa dan mungkin terjadi di sekitar mereka. Jaminan siswa untuk pendidikan yang mereka lalui akhirnya hanya menjadi pengisisan memori terus dan terus tanpa pengimbangan pengembangan kreatifitas siswa dan penalaran. Hanya peningkatan daya ingat mereka yang mutlak terus ditingkatkan oleh aturan dan acuan yang mereka gunakan untuk mendapatkan nilai yang bisa membantu mereka mewujudkan apapun cita-cita ataupun harapannya di masa depan.

Kondisi dehumanisasi yang penulis pandang dari nilai dasar kemanusiaan hanya akan semakin membawa manusia Indonesia kepada kematian proses pengembangan ide, nalar dan daya imajinatif dari siswa yang terpakukan batasan-batasan nilai yang wajib untuk ditempuh sebagai “satu-satunya” jalan menghadap ke masa depan yang terciptakan, juga oleh batasan structural sosial, politik, dan ekonomi, yang dipaksakan metode ini terhadap masyarakat secara hegemonial, kewajiban manusia menjalani hidup yang dihadirkan dan dijalankan tidak atas kesadaran individu akan pilihan-pilihan yang terbebaskan dari setiap batas ketergantungan. Represivitas maya telah mengkondisikan kehidupan layak yang hendak kita dijalani kelak. Hegemoni memayakan keterkekangan manusia dari pilihannya sendiri sejak dini, dan lembaga-lembaga dan institusi pendidikan dasar akan menjadi instrument yang sangat berguna, karena kelak masa depan setiap sendi Negara ini akan dikelola siswa-siswi yang saat ini hanya dibiasakan menulis catatan dan mengingat isi jawaban, yang tidak diperkenankan untuk menanyakan alasan, dan bahkan dikeluarkan dikala jawaban dari alasan ditentang dengan argumen lain yang dimiliki siswanya.
Dapat kita lihat pula tekanan nilai psikologis yang sudah ditanamkan pada para murid, bahkan sejak lingkungan pendidikan dasar, saat dimana seorang anak tanpa menyaring kembali, memasukan semua input yang didapat dari lingkungan ke dalam pikirannya. Lingkungan pendidikan dasar yang diharapkan menjadi akar dari akhlak dan moral bangsa sudah bergerak terlalu jauh, menjauhi nilai dasar dari pendidikan itu sendiri. Sekolah dasar adalah taman bermain untuk mewujudkan berbagai ide dan daya khayal murid yang sedang berada pada tahapan bermain. Saat kita melihat semua objek materi dari pendidikan yang diwajibkan menjadi input utama menuju masa depan bangsa kita, pendidikan dasar inikah dasar pendidikan tunas-tunas bangsa ?

No comments:

Post a Comment

u'r mind r ?